Sang Batik Mengukir Citra Negeri ini


Mengubah paradigma batik menjadi sesuatu yang berseni dan bernilai, mungkin masih dibatas awang-awang semata. Tidak ada yang salah dengan pendapat kecil ini. Jika kita melihat realitas yang terjadi saat ini, banyak orang memiliki perspektif bahwa memakai batik itu merupakan sesuatu yang kuno dan tak bermode. Bahkan, yang paling sering kita dengar bahwa batik itu hanya digunakan untuk acara resmi saja. Ya, itu semua terbukti jelas di kalangan remaja Indonesia saat ini. Keberadaan pakaian-pakaian modern, seperti jas, tuxedo, dan lain sebagainya, perlahan-lahan mulai menarik perhatian para pemuda Indonesia untuk memilikinya. Nah, di sinilah awal dimana mereka menganggap batik itu sebagai hal yang menggelikan bagi diri mereka.

Sebenarnya, apa sih yang membuat banyak orang anti terhadap budaya batik ? Ya, rasa gengsilah yang selama ini menjadi alasan utama bagi mereka , hingga akhirnya mereka memiliki pandangan negatif seperti itu. Bahkan, ketika ada seorang remaja memakai pakaian batik, mungkin saja remaja yang lain akan bertanya ”Mau kemana? Mau kondangan ya ?”. Sungguh ironis memang mentalitas bangsa ini, batik yang seharusnya menjadi ciri khas budaya Indonesia, perlahan-lahan menjadi hal yang tak berarti sedikitpun. Melihat itu semua, apakah kita masih patut disebut sebagai bangsa yang berbudaya ? Atau mungkin, inikah bukti cinta kita terhadap budaya Indonesia ? Semuanya itu tak jadi soal. Namun yang perlu diingat bahwa untuk mendapatkan itu semua tak semudah membalikkan telapak tangan semata, tetapi butuh proses yang panjang, bahkan rumit sekalipun.

Mungkin kita bertanya-tanya, darimana sih asal-usul batik itu ? Kata batik sendiri berasal dari bahasa jawa ”amba” yang berarti menulis dan ”titik”. Dimulai sejak abad XVII, kata batik sangat identik sekali dengan golongan bangsawan. Sehingga tak heran, jika batik dianggap sebagai sesuatu yang bersahaja dan terhormat. Dan oleh karena itulah, batik memberikan kebanggaan tersendiri bagi si pemakainya. Namun, ketika bangsa ini mulai memasuki era globalisasi, perlahan-lahan keberadaan batik mulai memudar dari peredaran. Batik yang dulu digambarkan sebagai suatu kehormatan, kini seolah-olah digambarkan sebagai suatu yang kuno. Ya, mungkin banyak dari kita tak sadar bahwa itu semua terjadi akibat ketidakpeduliaan kita terhadap keberadaan batik itu sendiri. Mungkin karena kita gengsi dengan teman-teman kita yang lain, kita pun berani memunculkan pandangan negatif seperti ini terhadap kehadiran batik. Dan hasilnya, kita pun semakin picik dengan kebudayaan kita sendiri. Bahkan, kita justru membanggakan budaya asing sebagai identitas diri kita. Jika dipikir-pikir, mau dibawa kemana sebenarnya budaya Indonesia ini ? Mungkinkah semua ini lenyap begitu saja ? Tidak ada alasan lagi, jika kita tetap melakukan ini semua. Sekarang, cobalah kita bersama-sama menumbuhkan rasa kepeduliaan kita untuk membangun budaya Indonesia ini.

Keberadaan budaya haruslah menjadi bagian yang erat atas berdirinnya suatu bangsa. Sebab, di dalam budayalah ciri khas dan martabat bangsa itu terlekat. Berbicara soal budaya, bangsa Indonesia patut berbangga atas kebudayaan yang dimilikinya saat ini. Pasalnya, keberadaan budaya itu sendiri memberikan penilaian-penilaian positif dari negara-negara lain. Banyak bukti yang memperkuat itu semua. Lihat saja Nelson Mandela, pemimpin Afrika Selatan itu sangat bangganya memakai corak batik Indonesia kemanapun dan kapanpun ia pergi. Dan kebanggaan itulah yang membawanya pada pemikiran bahwa bangsa Indonesia layak disebut sebagai bangsa yang berbudaya.

Jika kita tahu, sebenarnya pada tahun 2009 yang lalu ada sebuah momen yang secara langsung mendukung kehadiran budaya batik Indonesia. Ya, pada tanggal 28 September 2009 yang lalu, UNESCO secara resmi mengukuhkan batik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Bahkan, kedudukan batik sendiri menempati posisi teratas kategori peninggalan budaya dari 111 usulan negara-negara dunia. Hal ini merupakan prestasi tersendiri yang telah diraih bangsa Indonesia. Tak disangka, budaya batik yang selama ini dianggap sebagai barang yang kuno dan murahan, kini memberikan prestasi terbaik bagi bangsa ini. Melihat itu semua, sebenarnya sebuah harapan telah muncul untuk memberikan yang terbaik bagi kebudayaan bangsa Indonesia.

Berbicara soal pelestariaan batik, sebenarnya apa sih peran pemerintah sendiri dalam upaya pelestariaan batik ini ? Ya, pihak pemerintah sendiri sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya untuk pelestarian batik ini. Hanya saja, upaya tersebut belum dijalankan dengan sepenuhnya. Jika kita tahu museum tekstil di Jalan KS Tubun, Jakarta Pusat, nah, itu merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah untuk melestarikan budaya batik ini. Namun sangat disayangkan, bahwasanya museum tekstil ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat kota Jakarta. Kita pasti tahu kan bagaimana perilaku masyarakat kota Jakarta sekarang ini. Lihat saja, banyak dari mereka justru berlomba-lomba untuk mengunjungi mal-mal yang mewah dibandingkan mengunjungi bangunan museum sendiri. Padahal jika dipikir secara logis, mengunjungi museum akan lebih menambah wawasan kita akan kebudayaan Indonesia sendiri dibandingkan mengunjungi mal-mal yang penuh dengan tawaran-tawaran produk asing. Jika dilihat secara jeli, sebenarnya hal inilah yang menjadi keperihatinan kita saat ini. Masyarakat cenderung bersikap masa bodoh akan hadirnya budaya batik ini. Namun, ketika ada bangsa lain yang ingin merebutnya, barulah masyarakat kita mulai bereaksi. Inikah yang disebut mentalitas yang berbudaya ? Menjadi hal yang picik, jika kita sebagai masyarakat negeri ini bersikap masa bodoh akan apa yang telah kita miliki selama ini.

Sekarang, setelah melihat berbagai keperihatinan itu, waktunya kita buktikan jati diri kita sebagai pemuda-pemudi Indonesia bahwa kita mampu memberikan yang terbaik bagi budaya negeri ini. Sekarang kalau bukan kita, siapa lagi yang mampu menjaga budaya negeri ini ? Apa kita hanya menunggu orang lain terlebih dahulu ? Bila dipikir-pikir, tidaklah efektif hal itu. Sebab, kita sebagai pemuda-pemudi Indonesia perlu mengerti bahwa perubahan negeri ini ada di tangan kita masing-masing, dan itulah yang menjadi kesempatan kita untuk membangun citra negeri ini.

Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar