Membangun Kepastian Hidup

Jika teman-teman tahu, Seminari Wacana Bhakti memilki kehidupan yang heterogen dibanding seminari-seminari lainnya. Sebab, para seminarisnya pun juga dituntut untuk hidup berkmunitas bersama-sama dengan siswa/i SMA Gonzaga. Nah, di sinilah yang menjadi titik tolak para seminaris untuk belajar menjadi pribadi yang terbuka. Namun, jika konteks kehidupan yang heterogen ini dikorelasikan dengan sebuah bacaan kitab suci yang berjudul “Hal Mengikuti Yesus”, lalu peran serta apa yang diambil seorang seminaris di dalamnya?

“Hal Mengikuti Yesus” (Mat 8:12-22) adalah sebuah bacaan yang mengungkapkan bahwa pribadi yang ingin mengikuti Yesus adalah pribadi yang mau meninggalkan segala miliknya, meninggalkan apa yang disenanginya, bahkan rela mendapat penginaan dari orang lain sekalipun. Sebagai sorang seminaris, kejujuran merupakan hal yang sangat mendasar. Pasalnya, hal inilah yang menjadi keutamaan bagi seorang calon imam. Jika kita tahu, sebenarnya hal inilah yang diterapkan para seminaris Seminari Wacana Bhakti dalam kehidupannya bersama dengan siswa/i SMA Gonzaga. Dalam hal ulangan misalnya, para seminaris sangat dituntut untuk mengerjakannya dengan sejujur-jujurnya. Sebab, bila ada yang ketahuan menyontek, konsekuensinya bahwa mereka akan mandapat hukuman yang berat dari pihak seminari sendiri, bahkan kemungkinan besar mereka akan dikeluarkan dari seminari.

Seminaris “bertengkar” ?

Bagaimana sih tingkah laku siswa/i SMA pada umumnya jika mereka akan meghadapi saat-saat ulangan. Mungkin saja dengan membuat catatan kecil dan dimasukkan ke dalam saku, menanyakan jawaban kepada temannya, dan lain sebagainya. Nah, hal-hal itulah yang biasa dilakukan banyak anak-anak SMA pada umumnya. Dan pernahkah teman-teman mendengar bahwa seorang seminaris bertengkar karena ada seorang siswa SMA Gonzaga yang melakukan hal ini? Ya, hal ini memang pernah terjadi. Sebenarnya, banyak siswa yang mengetahui perbuatan menyontek ini, tetapi atas dasar persahabatan mereka pun lebih baik diam dan masa bodoh atas hal itu. Banyak dari mereka berpikir bahwa jika mereka memarahi atau mengadukan perbuatan menyontek ini kepada sang guru, maka mereka yang mengadukan akan mendapat penginaan ataupun tidak mendapat tempat di hati teman-teman yang melakukannya. Maka dari itu untuk mencari aman, mereka pun membiarkannya begitu saja.

Bila atas dasar persahabatan, anak-anak SMA Gonzaga bersikap masa bodoh terhadap mereka yang menyontek, lain halnya dengan para seminaris. Para seminaris ini bagaikan seorang pemburu, setiap kali ada mangsa yang lewat, mereka pun langsung menembaknya, tak peduli betapa ganasnya mangsa itu. Atas dasar kejujuran, mereka pun bertindak tegas kepada mereka yang menyontek. Tak jarang, jalan bertengkar pun rela dilakukan seminaris untuk menyikapi hal ini. Para seminaris tak ada rasa takut sedikitpun dengan konsekuensi yang akan mereka dapat. Tak jarang, ada sebagian anak-anak SMA Gonzaga yang menganggap kehadiran seminaris justru sebagai penghalang mereka untuk melakukan perbuatan ini. Namun, ada juga sebagian anak SMA Gonzaga yang menganggap kehadiran seminaris sebagai bentuk pembangun kehidupan anak-anak kolese.

Right Arrow: SepertiSeperti yag telah diungkapkan di atas tadi bahwa pribadi yang patut mengikuti Yesus adalah pribadi yang mau meninggalkan segala miliknya, bahkan mendapat penghinaan dari orang-orang di sekitarnya. Dan jika teman-teman tahu, sebenarnya pribadi itu telah terbangun di dalam diri para seminaris walaupun tidak semua kepribadian itu dimiliki sepenuhnya oleh mereka. Di saat-saat banyak orang takut melakukan kebenaran, para seminaris pun mencoba untuk berani melakukannya walaupun akan mendapat penghinaan sekalipun.

Memegang Komimen Awal Yesus

Sebelum menjadi seorang seminaris, mereka sebenarnya sudah mengerti bahwa kehidupan seorang seminaris itu cukup berat. Namun dengan berbagai pertimbangan yang ada mereka pun berani untuk masuk ke dalamnya. Dan ketika mereka telah menjadi seorang seminaris yang sesungguhnya, mereka pun harus memgang komitmen awal yang telah mereka bangun sebelumnya. Dan ini juga menuju kepada pribadi Yesus sendiri yang mempunyai komitmen awal yang mengatakan “HidupKu Kuserahkan sepenuhnya untuk menebus dosa-dosa manusia”. Dan hingga itu benar-benar Dia lakukan di dalam hidup-Nya dan pada kenyataannya Dia rela menyerahkan hidup-Nya untuk menebus dosa-dosa manusia sampai wafat di kayu salib yang keji. Dari peristiwa ini, hendaknya teman-teman menyadari bahwa kehidupan teman-teman bukanlah kehidupan yang biasa. Dalam hidup ini kita diajak untuk berani berkomitmen atas apa yang telah kita pilih. Sebab, berkomitmen akan membawa kepastian hidup di dalam diri kita, serta membangun diri kita menjadi pribadi yang berani melakukan kebenaran hidup.

0 Responses

Posting Komentar