Menjalani Hidup Refleksi

Menjalani Hidup Refleksi

Setiap harinya, manusia pasti mengalami berbagai kejadian atau peristiwa yang dapat diambil maknanya. Kadang, kejadian atau peristiwa itu datang bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Dalam hidup ini banyak peristiwa menyenangkan ataupun yang kurang menyenangkan. Tetapi ada baiknya kita mengambil makna dari peristiwa itu agar kita dapat menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran dalam kehidupan kita selanjutnya. Karena itulah ada orang-orang yang menuliskan refleksi dari hidupnya agar semakin hari dapat terbentuk pribadi yang semakin baik. Banyak orang yang tidak menganggap refleksi itu penting, padahal sesungguhnya refleksi itu sangatlah penting untuk perkembangan pribadi kita.
Saya sendiri baru menyadari pentingnya refleksi ketika saya masuk ke Seminari Menengah Wacana Bhakti. Disitu saya diajarkan untuk dapat mengenal diri sendiri melalui refleksi. Pertama-tama saya tidak terlalu menganggap penting refleksi.Tetapi lama kelamaan saya mulai mencoba menulis refleksi dengan sungguh-sungguh dan hasilnya tidaklah buruk. Saya mulai dapat lebih mengenal diri saya sendiri. Saya dapat mengambil makna dari setiap kejadian yang berlangsung setiap hari. Saya mulai merasa ada kemajuan yang pesat dari pribadi saya. Saya mulai merasa bahwa refleksi merupakan suatu cara yang tepat untuk saya dalam mengembangkan pribadi saya ke arah yang lebih baik.
Tiga bulan pertama di seminari ini saya mulai menulis refleksi. Kebanyakan refleksi yang saya tulis adalah tentang perasaan kangen saya kepada semua teman-teman saya di SMP dulu. Dari hal itu, Saya mencoba mengambil makna dari kejadian-kejadian itu. Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah kita akan merasa kehilangan orang-orang yang kita sayangi ketika kita sudah mulai jauh dari mereka. Itulah refleksi pertama saya.
Untuk refleksi saya selanjutnya, saya mulai mencoba mengambil makna dari kegiatan-kegiatan rutin saya di seminari. Saat-saat dimana saya harus mengikuti bangun pagi dan mengikuti misa pagi, dimana saya harus berani berbagi dengan komunitas saya. Kelihatannya hal-hal seperti ini hanyalah suatu hal yang sederhana dan biasa-biasa saja. Tetapi jika saya mengambil makna dari apa yang ada dibalik semua aktivitas ini, maka akan terdapat banyak sekali makna hidup yang dapat kita terapkan untuk membentuk pribadi yang lebih baik. Memang banyak orang yang tidak menyadarinya tetapi janganlah mengikuti yang apa yang salah tetapi ikutilah sesuatu yang tepat. Itulah salah satu dari sekian banyak refleksi saya.
Setelah hampir tiga bulan menulis refleksi di seminari, saya mulai melangkah lebih maju soal refleksi. Saya mulai menulis refleksi dengan mengambil makna-makna dari bacaan-bacaan kitab suci. Terkadang ada bacaan injil yang sulit dimengerti. Tetapi jika saya memperdalam dan mencoba untuk mengerti arti dari bacaan itu dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari, maka hal itu akan berguna untuk kehidupan saya yang akan datang. Saya menjadi lebih bisa mengambil sikap dalam setiap masalah dan persoalan yang ada. Saya dapat lebih mengerti kapan saya harus bersikap tegas, halus, dan sikap-sikap lainnya yang harus saya berikan dalam setiap permasalahan hidup saya. Janganlah menjadi sosok yang ditakuti, tetapi jadilah sosok yang dihargai dan disegani. Itul ah salah satu dari refleksi-refleksi saya.
Sekarang ini saya telah hidup selama hampir lima bulan dan saya masih tetap menulis refleksi saya. Saya akan berusaha untuk tetap menulis refleksi karena lewat refleksi saya dapat melihat dan mengenal lebih jauh pribadi saya sendiri. Refleksi dapat menjadi cermin diri saya dalam menjalani kehidupan ini. Dengan refleksi saya dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan saya dan memperbaikinya agar saya dapat membentuk pribadi yang lebih baik lagi untuk menjadi sosok yang dihargai dan disegani. Buku refleksi juga dapat menjadi teman dalam segala keadaan yang ada. Ketika saya tidak tahu kepada siapa saya harus bercerita, saya dapat menuliskannya dalam buku refleksi. Karena seperti apa yang dikatakan Socrates “Hidup yang tidak diperiksa,tidak pantas dihidupi” Maka dari itu periksalah hidup kita lewat refleksi agar hidup kita menjadi pantas dihidupi.

Dewasa dan Sempurna Dalam Kristus

Penulis : J.Darminta, SJ
Penerbit : Kanisius
Tahun : 2006
Tebal Buku : 46 halaman


Di dalam kehidupan ini banyak tawaran-tawaran duniawi yang terkadang mempengaruhi kita. Kedewasaan yang kita miliki belum mampu menglahkan itu semua. Kesadaran kita untuk bersikap saling melayani dan mencintai pun terkalahkan dengan tawaran-tawaran tersebut. Tidak henti-hentinya mata kita melihat tindakan manusia yang hanya mementingakan kepuasan hatinya sendiri. Sebenarnya kenikmatan duniawi yang manusia lakukan hanya akan membawa mereka pergi jauh tanpa tujuan yang jelas. Manusia cenderung terbawa ke dalam arus duniawi karena iman yang ada dalam diri mereka belum mampu mmembendung itu semua. Maka dari itu, Romo J.Darminta, SJ mencoba mengajak kita untuk menyadari dan memahami arti sebuah kehidupan lewat sebuah buku yang berjudul “ Dewasa dan Sempurna Dalam Kristus “.Buku ini memberikan dorongan bagi kita dalam memahami arti sebuah kehidupan.
Menjadi dewasa dalam hidup dan beriman merupakan keinginan setiap orang. Kesempurnaan hidup dalam kedewasaan terletak di dalam kerendahan hati, kelemah lembutan, dan kesabaran. Buku ini juga mengajak kita untuk merenungkan karisma atau kurnia roh, yang berbeda-beda, kita diajak pula untuk menemukan dan menghayati perbedaan tugas sebagai pelayanan demi terwujudnya hidup cinta persekutuan dan persaudaraan. Selain itu , manusia juga harus mampu membangun jembatan hidup di dalam dirinya. Jembatan hidup yang dimaksud ialah hidup dalam hukum kasih yang menyerahkan nyawanya. Kisah sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus sendiri dapat kita jadikan sebagai suatu dorongan untuk membangun jembatan hidup dalam diri kita.
Yesus sendiri memberikan teladan kepada kita untuk saling mengampuni terhadap siapa pun. Sengsara, wafat, dan kebangkitan yesus sendiri juga dianggap sebagai suatu roh pengampunan.Yesus diutus ke dunia bukan untuk menghukum manusia melainkan menyelamatkan umat manusia lewat penebusannya di kayu salib. Namun, terkadang manusia sendiri lupa akan hal itu. Mereka hanya memikirkan hal-hal duniawi semata. Mereka tidak sadar bahwa di dunia ini Yesus hadir di dalam diri mereka yang tetindas. Kebanyakan manusia hanya mengejar kepemimpinan semata, dan dengan kepemimpinannya itu manusia bertindak semaunya sendiri. Yesus sendiri yang adalah seorang pemimpin kehidupan ini tidaklah berbuat sedemikian rupa tetapi Dia memimpin hidup ini dalam pelayanan yang didasari dengan kelembutan hati dan kesetiaan.
Baik apabila kita membaca buku ini dan mencoba bermeditasi dengan ikon – ikon yang mengungkapkan arti sebuah kehidupan yang nyata. Buku ini juga menyajikan unsur – unsur rohani yang membantu kita dalam memaknai kehidupan ini. Pengungkapan yang disajikan di dalam buku ini juga dapat kita jadikan sebagai bahan permenungan dalam diri kita.

Meraih Harapan Dalam Sebuah Mimpi

Melahirkan hutan di tengah-tengah lautan beton Jakarta mungkin hanyalah sebuah mimpi belaka. Tidak ada yang salah dengan pendapat kecil ini. Jika kita melihat secara nyata kondisi DKI Jakarta saat ini, sekilas kita akan berpikir bahwa konsep ini tidak akan berjalan dengan semestinya. Dipikir secara logis memang tidak masuk akal, Bagaimana bisa melahirkan hutan di tengah tanah yang sudah berlapiskan padatnya beton? Pemikiran seperti ini sungguh menggambarkan bahwa kita adalah orang yang pesimistis. Terkadang kita tidak sadar bahwa untuk mendapatkan suatu perubahan itu, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi dibutuhkan sebuah proses yang cukup panjang.
Dimulai dari tahun 1980-an, Jakarta yang saat itu masih memiliki banyak lahan-lahan kosong perlahan-lahan berubah menjadi pilar-pilar beton yang berdiri dengan gagahnya. Sungguh disayangkan sekali, bahwasanya harapan kita untuk memberikan perubahan yang lebih baik kepada kota Jakarta perlahan-lahan mulai menghilang. Kembali ke masa lalu, ketika Bapak Sutiyoso menjadi gubernur DKI Jakarta, ia pernah mencanangkan program kerja “Ijo royo-royo dan burung berkicauan”. Namun, sampai masa kepemimpinannya berakhir, program tersebut belum sepenuhnya selesai. Program kerja Bapak Sutiyoso ini, ternyata tidak dilanjutkan oleh gubernur DKI Jakarta yang baru. Di masa kepemimpinan gubernur yang baru ini, masalah lingkungan hidup kurang diperhatikan. Pasalnya, gubernur DKI Jakarta yang baru ini justru lebih mengedepankan kepentingan jalur transportasi daripada kondisi lingkungan DKI Jakarta sendiri. Hal semacam ini sudah menjadi tradisi bagi pemerintah DKI Jakarta. Bahkan, ada pepatah yang mengatakan “Berganti gubernur berarti berganti juga program kerja”.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) haruslah menjadi salah satu bagian yang erat seiring berjalannya pertumbuhan kota. Bahkan, hal ini didukung pula dengan adanya peraturan daerah dan undang-undang yang melindungi keberadaan fungsi ruang terbuka hijau. Tidak hanya itu saja, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menyatakan sikap anti terhadap penebangan pohon yang setiap harinya makin meluas. Banyak pohon yang ditebang hanya untuk mendirikan tiang-tiang monorail yang diyakini dapat mengurangi kemacetan Jakarta. Namun, di balik itu semua terjadilah suatu ketidak seimbangan dalam kota Jakarta. Jakarta saat ini tidak lagi mempunyai daerah resapan air yang cukup. Daerah resapan air yang ada perlahan-lahan telah berevolusi menjadi lautan beton. Jadi, wajar saja bila Jakarta selalu dihantui oleh musibah banjir setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari Urban Poor Consortium (UPC), ibukota Indonesia ini mempunyai luas ± 65.000 hektare yang boleh dikatakan cukup luas untuk seukuran kota metropolitan di Indonesia. Hal ini tidak sebanding dengan luas Ruang Terbuka Hijau yang menjadi daerah resapan air. Pada tahun 2008 saja, daerah resapan air di Jakarta hanya berkisar 6.240 hektare ( 9,6% ). Jumlah yang sangat meragukan bagi lahan di DKI Jakarta untuk menyerap genangan air dalam jumlah besar. Dalam masalah ini, pemerintah sendiri hanya bisa menargetkan ± 9.100 hektare atau sekitar 14% daerah resapan air pada tahun 2010. Padahal menurut undang-undang no. 26 Tahun 2007, luas RTH paling tidak sekitar 30% dari total wilayah kota.
Terkadang kita tidak menyadari bahwa RTH mempunyai banyak fungsi yang secara langsung ataupun tidak langsung akan membantu kelangsungan hidup kita. Secara tidak langsung, RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengatur iklim mikro. Selain itu, RTH juga bisa menjadi tempat evakuasi apabila terjadi bencana alam di Kota Jakarta. Keberadaan RTH juga menjadi salah satu faktor penting bagi pertumbuhan lingkungan kota. Eksistensi RTH bukan saja manfaat ekologisnya yang besar, tetapi juga manfaat sosial budaya, arsitektur, ekonomi yang signifikan. Sebagaimana mestinya, sebuah kota seperti Jakarta, juga membutuhkan paru-paru untuk bernapas selayaknya manusia membutuhkan paru-parunya sendiri.
Jika kita melihat sejarah kota Jakarta dalam kurun waktu 30 tahun, pemerintah kota Jakarta mengalami kemerosotan motivasi dalam hal mempertahankan jumlah daerah resapan air. Hal ini dibuktikan dengan merosotnya jumlah RTH di DKI Jakarta. Pada tahun 1965-1985 luas RTH di Jakarta masih 37,6%. Kemudian, pada tahun 1985-2000 menyusut menjadi 25,85%, dan dalam satu dekade kemudian luas RTH diperkirakan kembali berkurang menjadi 14%. Namun diluar dugaan, sebelum tahun 2010, luas RTH hanya 9% dari luas total kota Jakarta.
“Keserakahan” menjadi suatu paradigma yang tidak bisa kita pungkiri. Para Pejabat pemerintahan beserta orang-orang berkantung tebal berlomba-lomba untuk menghiasi kota Jakarta dengan menara-menara yang megah buatan mereka. Mereka tidak menyadari bahwa tindakan mereka itu semakin menambah keprihatinan terhadap kota Jakarta. Menurut data pemerintah provinsi DKI Jakarta, tinggi lahan wilayah DKI sekarang hanya berkisar 0-5 meter dari permukaan laut. Hal ini disebabkan karena banyaknya pendirian gedung-gedung bertingkat yang tidak memperhatikan kondisi tata letak yang baik. Kalau tindakan seperti ini terus-menerus menjadi tradisi, Bagaimana bisa kita memberikan perubahan yang lebih baik kepada kota Jakarta?
Masalah tidak hanya berhenti sampai di sini saja, minimnya jumlah lahan RTH juga menjadi masalah yang harus diperhatikan. Jika dilihat secara logis, jumlah lahan bangunan-bangunan justru lebih besar dibandingkan jumlah lahan RTH sendiri. Masalah ini memberikan perubahan fungsi tanah menjadi lebih buruk. Tanah yang seharusnya menjadi daya resapan air perlahan-lahan berubah fungsi sebagai alat penahan tonggak-tonggak beton yang berdiri dengan gagahnya.Hal seperti ini sangat disayangkan sekali, ini menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat Jakarta akan pentingnya RTH masih sangat minim. Seharusnya sebagai masyarakat Jakarta yang baik, setidaknya ada niat yang timbul untuk merubah kondisi DKI Jakarta menjadi lebih baik lagi. Sebab, siapa lagi yang mau merubah kota Jakarta, selain kita sendiri sebagai bagian di dalamnya. Mulailah dengan hal-hal yang kecil, seperti menanam pohon di pekarangan rumah kita sendiri, sebab hal-hal yang kecil itu adalah sebuah proses dalam menuju ke hal yang lebih besar. Sekarang kembali ke dalam diri kita sendiri, maukah kita melakukan perubahan terhadap kondisi Kota Jakarta ?

Sedikit Memandang Jejak Langkahku

Sedikit mengingat kembali ketika aku memutuskan untuk masuk ke seminari. Dalam hal itu, ada sebuah tujuan yang ingin kucapai, yakni mengolah jiwa pelayanan di dalam diriku. Hingga akhirnya aku sungguh menjadi seorang seminaris yang benar-benar merasakan bagaimana rasanya hidup di seminari. Bagiku sendiri, ini adalah sebuah kesempatan awal untuk mewujudkan apa yang ingin kucapai tersebut.awal hidupku di seminari dimulai ketika aku menjalani hidupku di dalam masa-masa persiapan sebagai seorang yang baru. Dalam masa-masa inilah, banyak hal-hal baru yang kudapat entah itu yang menyenangkan maupun sebaliknya. Namun, aku mencoba melatih diriku untuk menjadi orang yang hanya mengeluh dan mengeluh saja. Memang, walaupun terasa berat, tetapi aku berusaha menjalani itu semua dengan sepenuh hati.

Dan kini tiba sudah waktunya dimana aku harus mengakhiri masa-masa persiapanku dan mencoba melngkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Dalam proses ini, ada satu hal yang ingin aku olah dalam diriku, yakni menumbuhkan rasa bertanggung jawab. Aku baru sadar bahwa selama ini aku kurang bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi di sekitarku, entah itu di dalam ataupun di luar diriku. Bagiku sendiri orang yang mau bertanggung jawab adalah orang yang berani mengambil segala resikio yang ada dari apa yang telah ia putuskan. Sebab, mengambil kuputusan yang terlihat ringan pun tidak terlepas dari segala rsikonya. Begitupun dengan panggilan yang yang telah kujalani saat ini. Aku telah memutuskan itu semua dan aku harus bertanggung jawab atas apa ynag telah kuputuskan sendiri.

Naik ke tingkat yang lebih tinggi masih belum merupakan suatu kepastian. Ini semua tergantung bagimana para staff memutuskan itu semua. Namun, bila ditanya “ layakkah aku naik kelas? “ aku akan langsung menjawab” Ya, aku layak “. Dalam hal ini, aku mencoba menjadi seseorang yang optimistis. Bila melihat kembali diriku ke belakang, ketika aku masih mengawali hidupku di seminari ini, aku berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti alur kehidupan di seminari. Namun, aku sadar bahwa tidak sepenuhnya aku mampu mengikuti alur itu dengan baik. Terkadang aku justru melenceng dari jalur tersebut.

Menurut buku The Secret “ pikiran yang baik akan menghasilkan frequensi yang baik pula”. Dari sepatah kalimat itulah, aku belajar menjadi orang yang optimistis dan dari sini pulalah aku yakin atas segala usaha yang telah kulakukan. Apapun keputusanya itu, aku harus menerima itu semua apa adanya. Bagiku yang terpenting, yaitu aku telah mencoba itu semua.