"Kursi Roda"


Sudah tiga musim ini, aku duduk di bawah sakura
Hembusan angin semilir mengiringi setiap goresan tanganku
Kuas dan cat warna-warni, kini menjadi temanku
Tak ada lagi yang mau menemani si pincang ini
Terkadang, aku bosan terus menerus duduk di atas kursi roda ini

Sahabatku, aku ingin seperti dahulu, saat-saat dimana
kita berlari bersama, bermain bersama, menedang bola kesana-kemari
Aku rindu sorak-sorai penonton
Sesekali, aku mencoba untuk bangkit, tetapi kakiku lemah
dan sering aku terjatuh dari kursi rodaku
Aku bosan, bukan karena aku tidak mau, tetapi... Ahh sudahlah,

Mengenal Kehidupan Seminari

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang. Sebelum sesorang tumbuh dewasa, keluarga menjadi peranan penting dalam perkembangan seseorang baik secara mental, rohani, iman dan segi lainnya. Lebih dari itu semua, keluarga juga menjadi salah satu faktor pendukung berkembangnya sebuah panggilan di dalam diri seseorang. Maka dari itu, keluarga mempunyai tanggungjawab yang besar atas hal ini.

Seminari Sebagai Lahan Pembenihan

Mendengar kata “Seminari”, apa yang akan kita bayangkan? Secara tidak langsung, kita pasti akan membayangkan beberapa hal yang menonjol, seperti : rutinitas yang padat, karantina dan lain sebagainya. Bayang seperti inilah yang terkadang menghantui kaum muda untuk masuk ke seminari. Melihat hal itu, seminari seolah-olah dianggap sebagai suatu “ Penjara”. Dimana segala hidup mereka diatur sedemikian rupa dengan berbagai susunan kegiatan yang ada. Namun, mereka tidak menyadari bahwa dibalik itu semua tersirat sebuah tujuan mulia yang ingi dicapai oleh seminari sendiri, yaitu menghasilkan calon-calon imam yang ideal di masa depan.
Dalam hal ini, seminari merupakan tempat persemaian awal panggilan bagi para seminaris. Di seminari, para seminaris diolah secara matang. Tujuannya untuk membangun kepribadian seorang pelayan dalam diri mereka. Tidak hanya itu, kehidupan di seminari juga didasari oleh beberapa aspek yang meliputi sanctitas ( membangun hidup rohani untuk menjalin hubungan dengan Tuhan lewat pola hidup sehari-hari), sanitas ( membangun kesehatan jiwa dan raga yang tangguh), scientia 9membangun semangat hidup studi yang tinggi) dan societas ( membangun relasi dengan berbagai tipe orang dalam satu komunitas). Dengan aspek- aspek hidup inilah para seminaris diolah menjadi pribadi yang unggul dan berkualitas. Selain itu, seminari juga menyediakan sarana-sarana pendukung bagi kehidupan para seminaris dalam mengelolah panggilan pribadi mereka, yaitu: silentium, dan refleksi.
Saat-saat silentium atau keheningan sangat berpengaruh bagi perkembangan diri seminaris sendiri. Suasana silentium inilah yang menjadi kesempatan mereka untuk lebih menghayati panggilan di dalam diri mereka dan sekaligus manjadi saat-saat dimana mereka menyambut kehadiran Tuhan sendiri. Lebih dari itu semua, suasana hening juga menciptakan ketenangan hati di dalam diri mereka.
Hidup berefleksi adalah suatu bagian yang telah melekat erat di dalam diri seminaris. Hal ini sudah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari. Bagi mereka sendiri berefleksi itu sangatlah penting. Karena apa? Karena dengan berefleksi, mereka diajak untuk mencoba memaknai segala pengalaman hidup mereka sehari-hari. Bahwasanya, refleksi juga membangun seminaris menjadi pribadi yang tenang. Oleh karena hal itulah, hidup berefleksi menjadi suatu kelebihan bagi seorang seminaris sendiri. Dimana dengan hidup berefleksi, mereka dapat mengolah perkembangan diri mereka sebaik mungkin.
“Kejujuran” hal ini mungkin tidak asing lagi bagi para seminaris. Pasalnya, hal inilah yang menjadi keutamaan bagi seorang calon imam. Mengingat bahwa hal itu menjadi suatu keutamaan, seminari sendiri menyikapinya dengan sangat tegas. Coba bayangkan, jika seorang calon imam tidak mempunyai kujujuran? Bagaimana perkembangan hidup Gereja untuk selanjutnya? Melihat hal itu, kejujuran menjadi hal yang tidak kalah pentingnya bagi kehidupan para calon-calon imam. Sebab, hanya dengan kejujuranlah sabda-sabda Tuhan itu dapat diwartakan.

“Melayani tidak harus dimulai dari hal-hal yang besar , tetapi mulailah dari hal-hal yang kecil. Sebab, Allah tidak menilai besar-kecilnya hal tersebut,tetapi menilai seberapa besar ketulusan kita melakukan hal tersebut”

“Merasul Lewat Musik”


“Melatih diri lewat musik” sekilas mendengar hal itu, mungkin bagi kita terasa aneh. Bagaimana bisa menyangkutpautkan sebuah musik dengan pengolahan diri ?. Namun, itulah yang dialami para seminaris Seminari Wacana Bhakti. Mereka secara khusus mendapat pelatihan dalam bermain musik. Setiap seminaris dipilihkan satu instrumen. Tujuannya, agar mereka mampu mengolah makna yang terkandung dalam musik itu sendiri. Hal ini didukung pula dengan adanya sebuah kelompok musik Orchestra di seminari mereka itu. “WBSO” kelompok musik inilah yang menjadi salah satu pendukung para seminaris dalam bermain musik.
Hadirnya WBSO merupakan keuntungan besar bagi para seminaris sendiri. Di sela-sela kesibukan mereka yang cukup padat, mereka bisa merasakan variasi alunan musik orchestra. Namun, hal yang lebih menguntungkan lagi adalah mereka mendapatkan pengajaran tentang musik
langsung dari beberapa musisi professional. Sebut saja bapak Tony Suwandi, Didiek S.S.S, dan Ireng
Maulana. Merekalah yang memberikan pengaruh besar bagi para seminaris dalam bermain musik. Tak disangka bahwa musisi-musisi terkenal seperti mereka masih mau mengabdikan dirinya dalam lingkup seminari. Hal seperti itulah yang dapat disebut sebagai jiwa pelayanan. Walaupun sudah memiliki popularitas yang tinggi, mereka masih tetap bersedia untuk melayani para calon-calon imam ini. Dalam hal ini, melayani itu tidak harus dimulai dari hal-hal yang besar tetapi mulailah dari hal-hal yang kecil. Sebab, Allah tidak menilai besar-kecilnya hal tersebut tetapi menilai ketulusannya.
Penampilan WBSO bukan layaknya sebuah konser musik pada umumnya, tetapi dibalik itu semua ada sebuah tujuan mulia yang tersirat. Kritisnya panggilan di kota Jakarta menjadi salah satu faktor minimnya jumlah imam di KAJ. Melihat hal itu, Seminari Wacana Bhakti yang merupakan satu-satunya seminari di Jakarta, harus berusaha keras mengatasi masalah itu. Oleh karena itulah WBSO didirikan. Kelompok musik inilah yang menjadi alat Seminari Wacana Bhakti untuk menumbuhkan benih-benih panggilan di kota metropolitan seperti Jakarta ini. Alhasil, usaha itu memberikan perubahan yang cukup baik. Berkat usaha tersebutlah, hampir setiap tahun jumlah seminaris yang masuk ke Seminari Wacana Bhakti mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini menandakan bahwa hadirnya WBSO mempunyai andil besar dalam perkembangan jumlah calon-calon imam di KAJ.
Dalam hal ini, musik sudah begitu dekat dalam kehidupan para seminaris Seminari Wacana Bhakti. Namun disamping itu semua, pembelajaran tentang musik bukan bertujuan untuk menumbuhkan jiwa musisi dalam diri seminaris, tetapi musik dalam hal ini sebagai pendorong hidup panggilan para seminaris sendiri. “ Musik juga sebagai salah satu alat yang kita gunakan dalam melatih humaniora dalam diri kita”, ujar Rm.Andy selaku pamong musik Seminari Wacana Bhakti. Musik itu bagaikan hembusan angin. Bila dilihat tidaklah terlihat tetapi bila dirasakan akan memberikan kesegaran dan kenyamanan jiwa.